—
Jika ingin tanyakan bagaimana akhlak seseorang yang sebenarnya, maka tanyakanlah pada orang terdekatnya.
Oleh karenanya, Mari kita simak testimoni tentang akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari orang dekatnya Nabi, yakni seorang sahabat mulia yang menjadi pembantu Nabi.
Anas bin Malik, namanya. Ia membersamai Nabi cukup lama, semenjak ia masih berusia belia. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu bercerita,
خدمتُ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ عليهِ وسلَّم عشرَ سنينَ ، فما قال لي أُفٍّ قطُّ ، وما قال لي لشيٍء صنعتُه : لِمَ صنعتَه ، ولا لشيٍء تركتُه : لِمَ تركتَه ، وكان رسولُ اللهِ من أحسنِ الناسِ خُلُقًا
“Aku membantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam selama 10 tahun. Selama itu, beliau tidak pernah mengucapkan “ah” sekalipun kepadaku. Beliau tidak pernah mengomentari sesuatu yang aku perbuat dengan mengatakan, ‘mengapa kau lakukan ini’, dan pada sesuatu yang tidak aku perbuat, beliau tidaklah bertanya, ‘mengapa kau tinggalkan ini’. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah orang yang terbaik akhlaknya.” (HR. Bukhari no. 6911)
Pernah suatu kali, Nabi memerintahkan Anas Bin Malik untuk sebuah hajat. Anas pun berangkat.
Anas bin Malik sama seperti anak-anak yang lainnya, yang suka bermain bersama. Dalam perjalanan, Anas melihat ada anak-anak yang sedang asyik bermain di pasar. Anas pun kemudian main bersama mereka dalam keadaan belum menuntaskan apa yang diperintahkan Nabi kepadanya.
Sampai di sini, coba Ayah Bunda bayangkan, bila hal ini terjadi pada anak kita. Kira-kira semurka apa kita kepada anak kita? Tapi, berbeda dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Ketika Anas sedang asyik bermain dengan anak-anak lainnya, tiba-tiba Anas merasa ada seseorang yang berdiri di belakangnya sembari menjimpit pakaian Anas. Anas pun menoleh. Kaget bukan kepalang. Ternyata orang tersebut adalah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Nabi tidak marah. Justru Nabi menghadirkan senyuman di wajahnya, dengan penuh cinta dan kelembutan Nabi berkata,
يا أنيس ذهبت حيث أمرتك؟
“Wahai Unais, apakah engkau sudah pergi untuk menunaikan apa yang aku perintahkan?”
Sejurus kemudian, dengan sigap Anas pun berkata,
نعم أنا أذهب يا رسول الله
“Iya. Aku akan berangkat wahai Rasulullah.” (HR. Muslim, no. 2310)
Kalau bisa lembut kenapa harus marah?
Lihatlah Nabi kita mengajarkan! Masih sempat tersenyum. Bahkan masih menyapa dengan sapaan yang penuh dengan kelembutan. Nama Anas dijadikan “isim tasghir” yang memberikan makna TADLIL (keakraban dan kedekatan).
Anas pun tidak malu, karena tidak dimarahi di depan anak-anak lainnya. Perasaan Anas pun terjaga. Nabi pun tidak terkuras energinya untuk marah.
Sungguh, pelajaran yang berharga dan pemandangan yang indah. Beginilah, Nabi kita yang mendidik dengan penuh cinta.
••• ════ °° ════ •••
Ditulis oleh :
Kak Erlan,
26 Rabi\’ul Awwal 1442 H