Benarkah Mengajarkan Agama kepada Anak Sebaiknya Setelah Usia 7 Tahun Saja?

Kita sepakat bahwa pada fase usia 7 tahun ke atas; akal dan pemahaman anak mulai bisa berfungsi maksimal. Adapun pada usia di bawah rentang itu, anak belum bisa memahami dengan baik. Anak cenderung berfikir dengan sesuatu yang konkret. Namun bukan berarti, tidak boleh mengajarkan iman dan pelajaran agama kepada anak di bawah usia 7 tahun.

Pemahaman yang menyatakan bahwa menanamkan iman dan mengajarkan agama itu baru di usia 7 tahun, besar kemungkinan \”terpapar\” pada pemahaman barat yang berangkat dari asumsi bahwa keimanan itu abstrak dan usia di bawah 7 tahun itu masih berpemikiran konkret sehingga dianggap penjejalan materi iman dan agama bagi anak itu tidak sesuai dengan perkembangan kognisinya.

Apakah benar demikian?

Mari kita temukan jawabannya pada penjelasan salah seorang ulama berikut ini >>

Abu ‘Ashim rahimahullah berkata,

ذهبتُ بابني إلى ابن جريج، وهو ابن أقل من ثلاث سنين؛ فحدّثه بهذا الحديث والقرآن….. لا بأس بأن يعلّم الصبي الحديث والقرآن وهو في هذا السّنّ ونحوه

“Aku mengajak anakku untuk belajar pada Ibnu Juraij, di saat usia anakku masih kurang dari 3 tahun. Ibnu Juraij mengajarkan Hadits dan Qur’an… Tidaklah mengapa jika anak kecil seusianya diajari hadits dan Al Qur’an.” (Al Kifayah, hal 155)

Anak lahir dalam keadaan fitrah. Mereka akan mudah menerima jika kita ajarkan agama sedari dini dan belia. Tentu disesuaikan pembahasan dengan nalar anak, dimulai dari materi yang ringan dan dikemas dengan bahasa yang sederhana.✅

Ini pula yang dicontohkan oleh generasi terbaik ummat Islam; para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in.

  1. Salah seorang shahabiyah, Ummu Sulaim, mengajarkan kalimat tauhid dan syahadatain kepada anaknya sejak anaknya belum berusia 2 tahun. (Lihat Riwayat Ibnu Sa’ad di dalam Thobaqat Kubra : 8/425)
  2. Salah seorang tabi’in, Ali Bin Al Husain juga mengajarkan anaknya yang masih belia dengan mendiktekan kalimat : “Aamantu Billah Wa Kaafartu Bith ***Thoghut” – Aku beriman pada Allah dan mengingkari thoghut. (Lihat Riwayat Ibnu Abi Syaibah : 1/348)
  3. Salah seorang tabi’ut tabi’in, Sufyan bin ‘Uyainah sudah diajari membaca dan menghafal Al Qur\’an sejak usia 4 tahun dan mulai menulis hadits di usia 7 tahun. (Lihat Fathul Mughits : 2/147)

Mereka memberikan contoh pada kita selaku orang tua, untuk mengajarkan agama kepada anak sejak belia. Para sahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in adalah sebaik-baik generasi sekaligus menjadi panutan kita. Karena merekalah yang dipuji Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sekaligus mendapat rekomendasi,

‎خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِي ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ ثُمَّ الَّذِيْنَ يَلُوْنَهُمْ

“Sebaik-baik manusia ialah pada generasiku, kemudian generasi berikutnya (tabi’in), kemudian generasi berikutnya (tabi’ut tabi’in).” (HR. Bukhari no. 3651, Muslim no. 2533)

Beginilah generasi terbaik mengajarkan. Adakah kita mau mengambil pelajaran?

***Thaghut  :

Segala sesuatu yang disembah selain Allah, dimana yang tidak disembah tersebut rida dan tidak mengingkarinya penyembahan tersebut.

Allahu a’lam.

Baarakallaahu fiikum..

••• ════ °° ════ •••

Ditulis oleh :

Kak Erlan,

Rejodani Sleman, 18 Shafar 1442 H

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *