Sikap Ayah Ketika Ibu sedang Lepas Kontrol dan Marah

Ibu dengan “iklim dan suasana hati” yang sering berubah tak menentu, seringkali membuatnya kerap sensi, sering menghukum, berteriak dan mudah memarahi anak yang telah melalukan suatu kesalahan.

Tentu ini merupakan sebuah kekeliruan yang harus dibenahi dan diperhatikan. Namun, terkadang sang Ayah, alih-alih bukannya menjadi air dan meredam suasana, justru malah balik memarahi dan membentak sang ibu dihadapan anak-anaknya.

Bukankah kasus semisal ini sering terjadi?

Dalam menegur dan menasihati, seorang suami janganlah merendahkan istrinya di hadapan anak-anaknya.

Syaikh Musthafa Al Adawy memberikan permisalan terkait hal ini.

Misalnya, ada seorang anak melakukan kesalahan, lantas sang ibu menghukumnya. Sejurus kemudian, ayah datang (dengan merasa tidak terima) lalu membentak ibu di hadapan anak-anaknya. Wibawa sang ibu hancur berkeping-keping di saat itu.

Dampaknya?

Wibawa sang ibu jatuh di hadapan anak-anaknya. Kelak, diantara mereka mungkin ada yang tidak lagi taat pada ibunya. Sehingga rumah itu sangat bergantung dengan kehadiran ayahnya. Jika ayahnya tak ada, anak pun jadi tak terkendali sikapnya. Bahkan, setiap ibunya menasehatinya, sang anak mengancam ibunya “Nanti, akan ku laporkan pada Ayah, supaya Ayah menghukum Ibu.”

Ada juga yang mungkin merasa iba pada ibunya ketika tahu ibunya dibentak sang ayah, sehingga justru sang anak jadi tidak suka terhadap ayahnya.

Sebaiknya, jika Ayah ingin menasihati dan menegur Ibu, dalam keadaan berduaan. Menasihati dari hati ke hati. Karena sejatinya makna nasehat itu adalah menginginkan kebaikan kepada orang yang dinasehati.

Jika pun sang Ayah tidak suka dengan Ibu yang memarahi dan menghukum anaknya, maka hendaknya Ayah menutupi aib dan kekurangan Ibunya anak-anak dengan tidak mempermalukannya di hadapan anak-anaknya.

Bukankah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda?

‎ ومن ستر مسلماً ستره الله في الدنيا والآخرة

“Barang siapa yang menutupi aib seorang muslim, maka Allah akan tutup aibnya di dunia dan akhirat.” (HR. Bukhari no 2442, Muslim no 2580)

Oleh karenanya, diantara sikap baik seorang ayah adalah dengan *tidak memukul, membentak dan memarahi ibunya anak-anak di hadapan anak-anak. *

Syaikh Musthafa Al Adawy memberi solusi kepada sang Ayah untuk menghadapi Ibu dengan penuh kelembutan. Terhadap Ibu yang baru saja lepas kontrol memarahi dan memukul anaknya tersebut, maka sang Ayah menimpali dengna menentramkan,

“Semoga Allah memaafkan anak kita untuk kali ini. Dan, maafkanlah dia. Jika dia mengulanginya lagi, maka hukumlah dia dan aku akan bersamamu dalam memberikan hukum padanya.”

Nanti di lain kesempatan, jika sudah reda barulah sang Ayah mengingatkan sang Ibu ketika sedang berduaan. Sembari ingatkan kaedah dalam Islam terkait adab-adabnya memberi hukuman dan pukulan kepada anak. Terkait hal ini, Kak Erlan sudah pernah menulisnya dan bisa dilihat di link berikut ini : https://t.me/taklimanaksunnah/310

Justru selayaknya, Ibu-Ibu bisa menahan emosinya dan tidak melampaui batas dalam menghukum anaknya.

Ini bukan pembelaan untuk ibu-ibu. Tapi, beginilah Islam mengatur segala persoalan dengan pertimbangan kemaslahatan. Termasuk soal sikap Ayah dalam menghadapi Ibu yang terlanjur emosi menghukum anaknya.

Referensi :

Fiqh Tarbiyatil Abna, Hal. 135, Daarul Fawaid

••• ════ °° ════ •••

Ditulis oleh :

Kak Erlan Iskandar,

Yogyakarta, 22 Dzulqa’dah 1441H

Tinggalkan Komentar

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *